Sungguh aneh guru yang satu ini. Ia mengucapkan sumpah serapah. Korban sumpah serapahnya justru muridnya sendiri. Semua muridnya diberi nilai nol dan disumpahi tidak bakal lulus.
Dia adalah Cut Wildani, guru SD Kalibata 08, Jakarta Selatan. Sumpah serapah dilontarkan kepada 36 murid kelas VI. Sang guru mengajar mata pelajaran Pendidikan, Lingkungan, dan Budaya Jakarta.
”Seminggu yang lalu Ibu Cut Wildani menyumpahi murid-murid. Dia nyumpahin anak kelas VI tidak ada yang lulus dan tidak ada yang masuk negeri,” kata Kepala SD Kalibata 08, Sofyan, di Jalan Kalibata Timur III, Jakarta Selatan, Jumat (16/1).
Selain itu, kata Sofyan, Cut Wildani memberi nilai nol kepada semua murid kelas VI untuk mata pelajaran yang diajarkannya itu. ”Karena nilai dibikin nol, jadi kami intervensi,” ujarnya.
Sofyan mengaku memberi izin murid kelas IV, V, dan VI, dan wali murid untuk belajar demo menuntut Cut Wildani dimutasi. ”Ini bukan demo. Tetapi belajar demo sebab ada guru kelas yang mendampingi. Seperti demo biasa, teriak-teriak tapi tidak ada poster dan spanduk,” kata Sofyan.
Demo berlangsung singkat sejak pukul 09.00 hingga 09.30. Murid-murid pun dipulangkan usai aksi.
Dimutasi
Sementara itu, gara-gara kerap melontarkan sumpah serapah kepada anak didiknya, Cut Wildani pernah dimutasi hingga dua kali. ”Saya sudah dua kali mengajukan permohonan agar Ibu Cut Wildani dimutasi.
Tetapi tidak bisa karena dia sudah dua kali ’dibuang’ dengan kasus yang sama,” kata Sofyan.
Dikatakan, Cut Wildani sempat mengajar di SD Pancoran 03. Lalu, dia ’’dibuang’’ ke SD Duren Tiga 09 dan sejak tahun 2000 hingga 2008 mengajar di SD Kalibata 08.
”Kami terbentur SK Gubernur karena mutasi harus permintaan guru yang bersangkutan. Tetapi beliau tidak pernah mau dimutasi,” kata Sofyan.
Ternyata yang disumpahi guru tersebut tak hanya para murid. Kepala sekolah dan guru juga jadi korbannya.
”Saya waktu mau berangkat haji kemarin, disumpahi hajinya nggak mabrur dan nggak pulang selamat,” kata Sofyan.
Rekan-rekan sesama guru pun menuturkan ’’kegilaan’’ Wildani. Ada guru yang hamil diomeli dengan kata-kata kasar.
”Saya kan lagi hamil anak kedua. Saya disumpahin anak saya lahir cacat. Saya sampai nangis. Sekarang, saya hamil anak ketiga disumpahin lagi katanya lahirnya cacat. Tetapi sekarang saya bodo amat,” kata Lia, guru honorer.
Ana, guru kelas IV menceritakan Wildani sangat sombong dan suka sesumbar tentang kekayaan dan kelebihan yang dimilikinya. ”Aku punya mobil tiga, kamu punya apa sih? Suamiku orang ningrat, kata Ana menirukan ejekan Wildani.
’’Tetapi karena tahu dia gitu mulutnya, saya diemin saja. Semua guru di sini minta dia dimutasi. Tetapi dinas nggak setuju. Katanya diredam dulu,” lanjut Ana.
Guru kelas V, Purnama, bahkan mengaku pernah adu fisik dengan Wildani. ”Saya pernah berantem fisik sama dia. Tetapi sudah lama. Gara-garanya dia ngatain saya lebih miskin dan dia paling cantik dan kaya di sini,” ujar Purnama.
Selain murid dan rekan sesama guru, Cut Wildani kerap membuat wali kelas sakit hati atas ucapannya yang merendahkan tingkat ekonomi orang tua murid.
”Tahun 2006, ada wali murid mengadu karena merasa dihina. Kamu kalau ke sekolah jangan dandan cantik-cantik. Kamu cuma istrinya satpam saja kok dandannya kayak gini. Dia mengadu ke saya,” kata Sofyan.
Tertekan
Kebiasaan aneh Wildani diduga tertekan karena sering dimarahi suaminya. ”Saya pernah dengar dari kepala sekolah sebelumnya. Ibu Cut Wildani tidak harmonis dengan suaminya. Mereka masih tinggal serumah dan tidak ada komunikasi,” kata Sofyan.
Sofyan meminta agar yang bersangkutan tidak difoto maupun diwawancari.
Saat akan diambil gambarnya, Wildani yang tengah duduk di ruang kerja kepala sekolah langsung berdiri dan matanya melotot.
”Sudah Mas, jangan...jangan,” kata Sofyan.
Wildani yang mengenakan baju batik warna ungu dan celana panjang warna hitam serta kerudung akhirnya dipulangkan dengan mengendarai ojek.
Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Seto Mulyadi mengatakan, Wildani seharusnya dilaporkan ke Dinas Pendidikan.
”Komite sekolah harus laporkan tindakan kekerasan itu ke Dinas Pendidikan. Dinas Pendidikan seharusnya memberikan sanksi yang masih cukup baik dengan cara dipindah dan diberi peringatan untuk tidak berbuat hal itu lagi,” kata Kak Seto, panggilan akrab Seto Mulyadi, kemarin.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistyo juga harus memberikan peringatan dan sanksi kepada anggotanya agar jangan sampai merusak citra guru.
Cut Wildani sedih atas tudingan negatif tersebut. Untuk menenangkan pikiran ia memutuskan tidak akan kembali mengajar di SD Kalibata 08 dalam waktu dekat.
”Yang diberitakan itu tidak benar semua. Saya sudah bicara dengan Ibu Kasi (Kepala Seksi) untuk mutasi,” katanya.
Ia juga membantah dituduh hubungannya dengan suami kurang harmonis. ”Saya tidak mungkin punya anak tiga kalau tidak harmonis.”
Dia adalah Cut Wildani, guru SD Kalibata 08, Jakarta Selatan. Sumpah serapah dilontarkan kepada 36 murid kelas VI. Sang guru mengajar mata pelajaran Pendidikan, Lingkungan, dan Budaya Jakarta.
”Seminggu yang lalu Ibu Cut Wildani menyumpahi murid-murid. Dia nyumpahin anak kelas VI tidak ada yang lulus dan tidak ada yang masuk negeri,” kata Kepala SD Kalibata 08, Sofyan, di Jalan Kalibata Timur III, Jakarta Selatan, Jumat (16/1).
Selain itu, kata Sofyan, Cut Wildani memberi nilai nol kepada semua murid kelas VI untuk mata pelajaran yang diajarkannya itu. ”Karena nilai dibikin nol, jadi kami intervensi,” ujarnya.
Sofyan mengaku memberi izin murid kelas IV, V, dan VI, dan wali murid untuk belajar demo menuntut Cut Wildani dimutasi. ”Ini bukan demo. Tetapi belajar demo sebab ada guru kelas yang mendampingi. Seperti demo biasa, teriak-teriak tapi tidak ada poster dan spanduk,” kata Sofyan.
Demo berlangsung singkat sejak pukul 09.00 hingga 09.30. Murid-murid pun dipulangkan usai aksi.
Dimutasi
Sementara itu, gara-gara kerap melontarkan sumpah serapah kepada anak didiknya, Cut Wildani pernah dimutasi hingga dua kali. ”Saya sudah dua kali mengajukan permohonan agar Ibu Cut Wildani dimutasi.
Tetapi tidak bisa karena dia sudah dua kali ’dibuang’ dengan kasus yang sama,” kata Sofyan.
Dikatakan, Cut Wildani sempat mengajar di SD Pancoran 03. Lalu, dia ’’dibuang’’ ke SD Duren Tiga 09 dan sejak tahun 2000 hingga 2008 mengajar di SD Kalibata 08.
”Kami terbentur SK Gubernur karena mutasi harus permintaan guru yang bersangkutan. Tetapi beliau tidak pernah mau dimutasi,” kata Sofyan.
Ternyata yang disumpahi guru tersebut tak hanya para murid. Kepala sekolah dan guru juga jadi korbannya.
”Saya waktu mau berangkat haji kemarin, disumpahi hajinya nggak mabrur dan nggak pulang selamat,” kata Sofyan.
Rekan-rekan sesama guru pun menuturkan ’’kegilaan’’ Wildani. Ada guru yang hamil diomeli dengan kata-kata kasar.
”Saya kan lagi hamil anak kedua. Saya disumpahin anak saya lahir cacat. Saya sampai nangis. Sekarang, saya hamil anak ketiga disumpahin lagi katanya lahirnya cacat. Tetapi sekarang saya bodo amat,” kata Lia, guru honorer.
Ana, guru kelas IV menceritakan Wildani sangat sombong dan suka sesumbar tentang kekayaan dan kelebihan yang dimilikinya. ”Aku punya mobil tiga, kamu punya apa sih? Suamiku orang ningrat, kata Ana menirukan ejekan Wildani.
’’Tetapi karena tahu dia gitu mulutnya, saya diemin saja. Semua guru di sini minta dia dimutasi. Tetapi dinas nggak setuju. Katanya diredam dulu,” lanjut Ana.
Guru kelas V, Purnama, bahkan mengaku pernah adu fisik dengan Wildani. ”Saya pernah berantem fisik sama dia. Tetapi sudah lama. Gara-garanya dia ngatain saya lebih miskin dan dia paling cantik dan kaya di sini,” ujar Purnama.
Selain murid dan rekan sesama guru, Cut Wildani kerap membuat wali kelas sakit hati atas ucapannya yang merendahkan tingkat ekonomi orang tua murid.
”Tahun 2006, ada wali murid mengadu karena merasa dihina. Kamu kalau ke sekolah jangan dandan cantik-cantik. Kamu cuma istrinya satpam saja kok dandannya kayak gini. Dia mengadu ke saya,” kata Sofyan.
Tertekan
Kebiasaan aneh Wildani diduga tertekan karena sering dimarahi suaminya. ”Saya pernah dengar dari kepala sekolah sebelumnya. Ibu Cut Wildani tidak harmonis dengan suaminya. Mereka masih tinggal serumah dan tidak ada komunikasi,” kata Sofyan.
Sofyan meminta agar yang bersangkutan tidak difoto maupun diwawancari.
Saat akan diambil gambarnya, Wildani yang tengah duduk di ruang kerja kepala sekolah langsung berdiri dan matanya melotot.
”Sudah Mas, jangan...jangan,” kata Sofyan.
Wildani yang mengenakan baju batik warna ungu dan celana panjang warna hitam serta kerudung akhirnya dipulangkan dengan mengendarai ojek.
Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Seto Mulyadi mengatakan, Wildani seharusnya dilaporkan ke Dinas Pendidikan.
”Komite sekolah harus laporkan tindakan kekerasan itu ke Dinas Pendidikan. Dinas Pendidikan seharusnya memberikan sanksi yang masih cukup baik dengan cara dipindah dan diberi peringatan untuk tidak berbuat hal itu lagi,” kata Kak Seto, panggilan akrab Seto Mulyadi, kemarin.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistyo juga harus memberikan peringatan dan sanksi kepada anggotanya agar jangan sampai merusak citra guru.
Cut Wildani sedih atas tudingan negatif tersebut. Untuk menenangkan pikiran ia memutuskan tidak akan kembali mengajar di SD Kalibata 08 dalam waktu dekat.
”Yang diberitakan itu tidak benar semua. Saya sudah bicara dengan Ibu Kasi (Kepala Seksi) untuk mutasi,” katanya.
Ia juga membantah dituduh hubungannya dengan suami kurang harmonis. ”Saya tidak mungkin punya anak tiga kalau tidak harmonis.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar